Jumat, 30 Desember 2011

Abuse of Transfer Pricing


Konsep Transfer Pricing, Arm’s Length Priciple, dan Abuse of Transfer Pricing


Konsekuensi logis dari menjamurnya perusahaan multinasional adalah munculnya berbagai transaksi antaranggota yang meliputi penjualan barang dan jasa, lisensi hak dan harta tak berwujud lainnya, penyediaan pinjaman dan sebagainya. Penentuan harga atas berbagai transaksi antar anggota dikenal dengan sebutan transfer pricing (harga transfer). Dengan segala fasilitas kemudahan dari lembaga-lembaga internasional tersebut, perusahaan multinasional semakin terdorong untuk melakukan transaksi antaranggota (intra-group transactions). Catatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menunjukkan bahwa 30% transaksi internasional saat ini terdiri dari transaksi antaranggota perusahaan multinasional.
Perusahaan-perusahaan yang terafiliasi dalam sebuah perusahaan induk yang bersifat multinasional tentu tidak dapat dipandang sebagai perusahaan biasa yang independen. Perlu dicermati bahwa kehadiran anak perusahaan atau cabang adalah sebagai pendukung kegiatan ekonomi induk perusahaan, sehingga di sini terdapat hubungan istimewa dan menjadikan masing-masing anak perusahaan atau cabang sebagai related party bagi induk perusahaannya. Di Indonesia, hubungan istimewa diatur dalam Pasal 18 (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008, dan pada tingkat internasional terdapat peraturan dalam OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) Model. Namun secara teori dan praktik yang dilakukan di dunia internasional, setiap perusahaan tersebut diperlakukan dengan pendekatan separate entity, yang berarti setiap perushaan yang tergabung dalam satu perusahaan multinasional dianggap sebagai entitas yang berbeda, memperoleh laba dan memiliki beban yang berbeda, sehingga setiap perusahaan tersebut merupakan subjek pajak di negara yang bersangkutan.
Atas dasar pendekatan separate entity inilah, transfer pricing (harga transfer) antarperusahaan yang memiliki hubungan istimewa harus bersifat sama dengan hubungan perdagangan dan keuangan antara dua perusahaan bebas (independent enterprises) yang dipengaruhi oleh kekuatan pasar. OECD Guidelines menyebut penerapan harga transfer seperti ini sebagai arm’s length principle. Prinsip harga pasar wajar menjadi standar kebijakan pajak internasional saat ini. Dalam konteks perusahaan multinasional, prinsip harga pasar wajar ini penting ditegakkan agar tercipta keadilan dalam penerimaan pajak di negara-negara di mana perusahaan multinasional tersebut beroperasi.
Feinschreiber (2004: 41) dalam Darussalam dan Septriadi (2008: 18) menyatakan bahwa secara teoritis, harga pasar wajar didasarkan atas (i) transaksi yang sama (the same transactions), dan (ii) dalam kondisi yang sama (sama circumstances) yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa. Akan tetapi, transaksi dan kondisi yang sama tersebut dalam paraktiknya jarang atau tidak pernah terjadi. Oleh karena itu dalam aplikasinya, penentuan harga pasar wajar didasarkan atas (i) transaksi yang dapat diperbandingkan (comparable transactions), dan (ii) dalam kondisi yang dapat diperbandingkan (comparable circumstances) ketika tidak terdapat transaksi yang benar-benar sama.
Plasschaert (1979: 17) dalam Urquidi (2006:18) berargumen bahwa sebuah perusahaan induk dapat mengontrol anak perusahaan dan karena itu dapat menentukan sendiri harga transfer dalam transaksi antaranggota atau merekayasa sehingga berbeda dari harga pasar wajar yang berlaku bila transaksi tersebut dilakukan oleh dua perusahaan independen. Dengan jalan seperti ini, maka laba keseluruhan suatu perusahaan multinasional dapat ditingkatkan dan biaya-biaya dapat ditekan serendah mungkin. Perekayasaan harga transfer ini disebut dengan abuse of transfer pricing. Dalam lingkup perusahaan multinasional, Hansen dan Mowen (1996: 496) dalam Mangoting (2000: 71) mengatakan bahwa transfer pricing juga digunakan untuk meminimalkan pajak dan bea yang mereka keluarkan di seluruh dunia. Transfer pricing can effect overall corporate incame taxes. This is particulary true for multinational corporations.
Darussalam dan Septriadi (2007: 6) menggambarkan abuse of transfer pricing sebagai upaya untuk merekayasa pembebanan harga suatu transaksi antarperusahaan yang memiliki hubungan istimewa dalam rangka meminimalkan beban pajak yang terutang secara keseluruhan atas kelompok perusahaan tersebut. Pembebanan harga yang tidak wajar atas transaksi antarperusahaan yang memiliki hubungan istimewa ini mengakibatkan pembagian laba antara perusahaan multinasional yang beroperasi di banyak negara tersebut menjadi tidak wajar.
Abuse of transfer pricing merupakan isu klasik di bidang perpajakan, khususnya menyangkut transaksi internasional yang dilakukan oleh korporasi multinasional. Dari sisi pemerintahan, transfer pricing diyakini mengakibatkan berkurang atau hilangnya potensi penerimaan pajak suatu negara karena perusahaan multinasional cenderung menggeser kewajiban perpajakannya dari negara-negara yang memiliki tarif pajak yang tinggi (high tax countries) ke negara-negara yang menerapkan tarif pajak rendah (low tax countries). Di pihak lain dari sisi bisnis, perusahaan cenderung berupaya meminimalkan biaya-biaya (cost efficiency) termasuk di dalamnya minimalisasi pembayaran pajak perusahaan (corporate income tax). Bagi korporasi multinasional, perusahaan berskala global (multinational corporations), transfer pricing dipercaya menjadi salah satu strategi yang efektif untuk memenangkan persaingan dalam memperebutkan sumber-sumber daya yang terbatas (Santoso, 2004).

Mengapa Ada Abuse of Transfer Pricing
Setiap pengusaha yang menjalankan bisnis pasti menginginkan usahanya maju sehingga dapat memperoleh laba dan berusaha untuk menekan beban-beban, termasuk beban pajak agar laba yang didapat optimal. Dalam konteks perusahaan multinasional, salah satu alasan mengapa banyak perusahaan multinasional ingin meminimalisasi beban pajak yang besar adalah timbulnya masalah perpajakan yang kompleks baik dari sisi administrasi pajak negara-negara di mana anggota-anggota perusahaan multinasional beroperasi dan dari sisi perusahaan multinasional itu sendiri, sebab perbedaan peraturan perpajakan di negara yang berbeda tak dapat dipisahkan dari konteks yang lebih luas: perpajakan internasional.
Dari sisi perusahaan multinasional, kewajiban perpajakan di negara-negara tempat usahanya beroperasi menimbulkan beban cost of compliance yang lebih berat bila dibandingkan dengan perusahaan yang hanya beroperasi di satu tempat (yurisdiksi) saja. Dari sisi administrasi perpajakan, masalah timbul di tingkat kebijakan pajak maupun pada praktik pelaksanaan perpajakan. Di tingkat kebijakan, administrasi perpajakan di satu sisi harus memungut pajak dari perusahaan multinasional berdasarkan pendapatan dan beban yang sesuai dan pada saat yang sama harus menghindari pemungutan pajak yang serupa oleh negara lain atas pendapatan yang sama. Di tingkat praktis, usaha administrasi perpajakan suatu negara untuk menentukan pendapatan dan beban yang sesuai akan sulit dilakukan bila data yang relevan tidak tersedia karena berada di yurisdiksi yang berbeda.
Usaha meminimalisasi beban pajak dilakukan perusahaan dengan melakukan tax planning. Namun jika tax planning tersebut dilakukan untuk tujuan merekayasa agar beban pajak dapat ditekan serendah mungkin dengan memanfaatkan peraturan yang ada tetapi berbeda dengan tujuan yang dibuat pembuat undang-undang atau bahkan berusaha merekayasa laporan perpajakan dan mengalihkan laba perusahaan ke perusahaan lain yang masih dalam satu bendera kelompok usaha di negara tax haven yang megenakan pajak penghasilan yang rendah (bahkan nol), maka perencanaan pajak di sini sama dengan abuse of transfer pricing yang dibungkus motif tax avoidance (menghindari pajak dengan tidak melanggar ketentuan perpajakan). Di Indonesia, bila terdapat indikasi abuse of transfer pricing maka akan dilakukan Pemeriksaan Lapangan. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) yang kemudian diatur lebih lanjut dalam Pasal 3 ayat (7) Keptusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK.04/2000. Natawisastra (2002: 4) menilai bahwa dengan adanya ketentuan UU KUP yang menegaskan bahwa di satu sisi transfer pricing merupakan bentuk perencanaan pajak yang tidak melanggar ketentuan perpajakan, namun di sisi lain transfer pricing dikategorikan tindak pidana perpajakan, sebagaimana diatur Bab VIII tentang Ketentuan Pidana. Hal ini mempertegas pendapat bahwa praktik transfer pricing dapat dikategorikan sebagai penghindaran pajak yang tidak melanggar ketentuan perpajakan, dalam rangka perencanaan pajak yang baik. Di sisi lain dapat pula dikategorikan sebagai praktik ilegal yang semata-mata menghindari pajak untuk merugikan negara.

Kesimpulan dan Saran

Seiring dengan berkembangnya perusahaan multinasional di dunia, transfer pricing dan tax planning menjadi praktik yang melekat dalam kegiatan bisnis masa kini. Perencanaan pajak yang berujung pada penghindaran pajak dengan modus abuse of transfer pricing pun menjadi dilemma tersendiri dalam era globalisasi ekonomi yang tengah dirayakan dunia saat ini. Praktik abuse of transfer pricing merugikan negara di mana perusahaan multinasional beroperasi karena laba yang dihasilkan perusahaan tersebut dipindahkan ke negara yang tarif pajaknya rendah (tax haven country). Praktik ini perlu mendapat perhatian dari pemerintah sebagai administrator perpajakan agar penerimaan negara dapat dimaksimalkan. Pemerintah perlu membangun kerja sama dengan negara lain dalam forum-forum internasional untuk menghadapi kasus abuse of transfer pricing untuk mendapat gambaran lebih jelas bagaimana negara lain menyikapi permasalahan ini.

Referensi:

Darussalam, dan Danny Septriadi. 2008. Konsep dan Aplikasi Cross Border Transfer Pricing untuk Tujuan Perpajakan. Jakarta: Danny Darussalam Tax Center.
Darussalam, dan Danny Septriadi. Perusahaan Multinasional, Transfer Pricing, dan Kepastian Hukum dalam Inside Tax Edisi 01, November 2007.
Doenberg, Richard L. 1993. International Taxation 2nd Edition. St. Paul: West Publising Co.
Mangonting, Yeni. Aspek Perpajakan Dalam Praktik Transfer Pricing, dalam Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol. 6 No. 2 November 2000, http://pulit.petra.ac.id/journals/accounting
Natawisastra, Deden N. 2002. Pencegahan Praktik Transfer Pricing oleh Perusahaan Multinasional dalam Undang-undang Perpajakan. Tesis Universitas Indonesia.
OECD Transfer Pricing Guidelines for Multinational Enterprises and Tax Administrations 2010.
Santoso, Iman. Advance Pricing Agreement dan Problematika Transfer Pricing dari Persperkstif Perpajakan Indonesia dalam Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol. 6 No. 2 November 2004, http://puslit.petra.ac.id/journals/pdf.php?PublishedID=AKU04060204
United Nations Draft of Practical Manual on Transfer Pricing for Developing Countries October 2011, http://www.un.org/esa/ffd/tax/2011_TP/Oct2011_TP_Chapter1.pdf.

Jumat, 23 Desember 2011

Perjuangan Mendapatkan Sepiring Sinjay dan Pelajaran Sebuah Bisnis!



Setiap hari pengunjung yang datang membludak bukan kepalang. Terlebih saat jam makan siang tiba. Mulai dari pegawai kantoran, wisatawan, masyarakat sekitar bercampur menjadi satu menikmati sajian khas bebek sinjay. Ada yang datang dari Surabaya, Gresik, Pamekasan, Sampang, Sumenep, dan masih banyak lagi lainnya. “Bebeknya gurih dan sambal mangganya dengan rasa asam dan pedas yang bikin ketagihan, terasa cocok disantap". ujar seorang teman dari jakarta.
Memang salah satu ciri khas nasi bebek sinjay adalah pada lalap dan sambal pencit (mangga muda) sebagai pelengkap. Perpaduan antara pedas dan asamnya mangga muda, serta gurihnya daging bebek, memberikan sensasi tersendiri. Hal ini tentunya berbeda dengan bentuk penyajian nasi bebek di beberapa tempat lain. Yakni nasi bebek disajikan dengan sambal kecap.
Dalam sehari warung nasi bebek sinjay, dapat menghabiskan minimal 500 ekor bebek atau 4000 porsi nasi. Jumlah itu terkadang bertambah saat musim libur tiba, atau saat akhir pekan.
Waktu itu saya pergi kesana dengan tamu dari jakarta, padahal hari itu hari kerja bukan akhir pekan atau musim libur.Dengan Percaya diri  langsung meluncur ke TKP. Alhasil habis padahal jam masih menunjukkan jam 12. dan no antrian udah 300 untuk yang di bungkus, baru bisa melayani pembeli lagi setelah no antrian terakhir. Akhirnya saya memakai jurus ampuh dengan mengadakan pendekatan dengan pemilknya, dan coba berkenalan dengan pemilknya, itupun memohonnya susah untuk mendapatkan sinjay, akhirnya aku di beri 3 bungkus, karena alasanku untuk tamuku yang jauh-jauh dari jakarta. itupun harus di bungkus dan tidak boleh makan disitu karena masih ada antiran yg belum mendapatkan sinjay. Kemudian melakukan negosiasi lagi akhirnya dapat lagi sesuai yang aku minta dan bisa dimakan disitu pula.
Pelajaran Berharga dari sinjay yang dapat diambil, jangan percaya diri berlebihan, dan harus bersabar. Bisnis Kuliner memang menjanjikan akan tetapi mencapai di kondisi seperti sinjay butuh kesabaran extra dan sebuah kerja keras untuk memiliki masakan dengan rasa yang mantap dan terus bertahan dengan rasa yang sama.

Yang Mesti dinget kalo mau makan sinjay telepon dulu ! kalo gak pasti kehabisan!

Selamat mencoba dan moga jadi wisata kuliner yang mengasyikkan!

Kemudahan Dalam Melakukan Perjalanan Luar Negeri

Buat teman-teman yang suka traveling ke penjuru dunia, berikut daftar 24 negara yg membebaskan visa atau pun bisa mendapat visa on arrival (mendapat visa di bandara setempat) bagi pemegang paspor indonesia.

Asia
* Brunei : 14 hari
* Kamboja: 30 hari (Visa On Arrival)
* Hong Kong : 30 hari
* Iran : 7 hari (Visa On Arrival dengan Surat Sponsor)
* Yordania: 30 hari (Visa On Arrival)
* Laos : 15 hari (Visa On Arrival)
* Makau: 30 hari
* Malaysia : 30 hari
* Maladewa: 30 hari (Visa On Arrival)
* Filipina: 21 hari
* Singapura: 30 hari
* Sri Lanka : 30 hari (Visa On Arrival)
* Thailand : 30 hari
* Timor Leste: 30 hari (Visa On Arrival)
* Vietnam : 30 hari

Afrika
* Maroko: 90 hari
* Seychelles : 30 hari

Oseania
* Fiji : 120 hari
* Guam : 14 hari (Guam Visa Waiver program)
* Mikronesia: 30 hari
* Palau : 30 hari (Visa On Arrival)

Amerika Selatan
* Chile : 90 hari
* Kolombia: 90 hari
* Peru : 90 hari

semoga info ini berguna...

Tips dalam mengurus VISA USA dan EROPA

1. Jangan pernah mau terkecoh dengan iklan di koran yg menyatakan bisa membantu urus visa kerja ke US atau Eropa, karena USA atau negara eropa untuk visa kerjanya sangat ketat, artinya visa kerja yg dikeluarkan benar-benar karena ada perusahaan disana yg membutuhkan kita artinya tenaga kita sangat diperlukan dalam hal ini skilled worker/keahlian khusus.

2. Jangan pernah memanipulasi data-data seperti dokumen keuangan atau hal-hal lain yg diminta, karena kalo sampai ketahuan akibatnya fatal kita bisa di-banned 5 sampe 10 tahun.

3. Jika menulis data-data kita di formulir visa, maka data yg kita tulis hendaknya kita simpan copynya, karena ada kalanya jika visa kita ditolak dan lain waktu mau apply lagi, maka kita bisa isi data tersebut lagi, karena data kita disimpan dikomputer consular, sehingga bisa sama dengan yg terdahulu dan tidak memancing kecurigaan kalo ternyata lain.

4. Ketika harus menghadapi interview pakai pakaian yg rapi, dan jawab pertanyaan dengan lugas dan singkat, jgn menjawab bertele-tele atau menjawab hal yg tidak ditanyakan.

5. Jangan pernah mengarang cerita ketika ditanya sama petugas konsular karena semakin kita bercerita akan semakin ditanya..

6. Jangan sekalipun beradu argumentasi dengan petugas konsular, karena semakin kita melawan semakin kecil peluang kita dalam mendapatkan visa..

7. Jangan pernah memberitahu kalo kita ada kerabat atau saudara disana, apalagi kalo ternyata si kerabat adalah status illegal disana, karena itu akan mempersulit kita maupun kerabat kita, tetapi sebaliknya jika kita adalah orang tua dari anak yg sekolah disana atau saudara kandungnya, maka hal itu tidak menjadi masalah untuk diberitahu, justru bisa mendukung, krn consular tahu kalo bisa sekolah disana berarti keluarga ini mempunyai uang.

8. Kalo ada teman orang bule disana, jangan sekalipun minta surat sponsor, karena pertama gak-ngefek, tapi kadang juga bisa membawa kesusahan bagi si bule tsb karena akan diminta surat jaminan segala yg harus ditandatangani di kantor polisi, dan juga bisa membuat kesulitan bagi kita sendiri karena kadang akan diminta menjelaskan hubungan dengan si bule.

9. Siapkan semua dokumen yg diminta dengan lengkap karena bisa jadi ketika di-interview kita akan disuruh memperlihatkan, kalo kita tidak dapat menunjukkan surat2 tsb bisa berakibat pada penolakan, surat2 tsb antara lain, KK, akte kelahiran, NPWP and SIUP (untuk pengusaha), rekening koran 3 bulan,surat sponsor,surat tanah,dll ,khusus untuk rekening koran sebaiknya di-maintanance 3-4 bulan dalam kondisi stabil, jangan tiba-tiba dari 5 juta, kita masukkan menjadi 100 juta dalam 1-2 bulan menjelang mengurus visa..

10. Dalam membuat visa catatan perjalanan kita yg sebelumnya bisa membantu kita untuk mendapatkan visa, walaupun hal itu tidak mutlak,artinya semakin sering kita keluar negeri dan tidak pernah melanggar ijin tinggal dinegeri orang maka akan semakin gampang kita untuk mendapat visa untuk perjalanan kita berikutnya, untuk paspor kosong tidak disarankan untuk langsung mengurus visa ke negara-negara sulit seperti New Zealand, USA , Uni Eropa, Aussie, atau Jepang tapi disarankan travel ke negara spt singapore, thailand, malaysia, atau china yg visa nya gampang, sebelum mengurus visa ke negara-negara yg sulit, karena akan gampang sekali untuk ditolak ,dan fee yg udah dikeluarkan tidak dapat dikembalikan, contoh untuk visa US =100 usd.

11. Visa bukan jaminan bahwa kita akan dapat masuk kenegara itu, visa hanya rekomendasi dari consulat negara itu, thdap warga negara asing yg akan berkunjung ke negara itu, dalam 1-2 kasus, sesampainya kita dinegara tujuan jika kita dicurigai akan bekerja dan tidak dapat membuktikan bahwa kita pergi untuk liburan maka saat itu juga kita bisa dideportasi, dan akan di-banned 10 tahun untuk masuk ke negara itu.

12. Selama kita masih WNI maka kemanapun didunia ini selain ke singapore, malaysia, thailand, vietnam, hongkong, philipina, peru, maroko, brunei, maka kita harus apply visa sebelum pergi sangat berbeda dengan tetangga kita singapore yg sangat dipercaya dimanapun sehingga WN mereka kemanapun didunia ini tanpa visa, tinggal beli tiket dan terbang. tapi mau tidak mau kita harus bersyukur jadi orang indo karena tinggal dan cari makan di indonesia .